Kebijakan Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta dalam memperjuangkan hak buruh telah menjadi sorotan publik dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu terobosan yang dilakukannya adalah dalam hal Upah Minimum Provinsi (UMP), di mana ia berani melakukan diskresi atau memotong kebijakan peraturan mengenai UMP yang ada demi kepentingan buruh.
UMP adalah kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk menentukan batas bawah upah bagi pekerja di suatu wilayah. Kebijakan UMP ini bertujuan untuk melindungi hak pekerja, terutama di sektor informal, agar tidak diperlakukan secara tidak adil oleh pengusaha. Namun, kebijakan UMP ini sering kali menjadi perdebatan, karena beberapa pengusaha merasa bahwa kebijakan ini akan menambah beban biaya produksi mereka.
Dalam konteks DKI Jakarta, Anies Baswedan memperjuangkan hak-hak buruh dengan mengambil kebijakan yang berbeda dari sebelumnya. Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta mengikuti kebijakan nasional yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, di mana UMP dihitung berdasarkan kenaikan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Anies Baswedan berusaha memperjuangkan hak buruh dengan menetapkan UMP di atas kebijakan nasional. Pada tahun 2019, Anies Baswedan menetapkan UMP sebesar Rp 4.276.349, lebih tinggi daripada UMP nasional yang hanya Rp 3.940.974. Keputusan Anies Baswedan ini sangat diapresiasi oleh buruh, karena mereka mendapatkan upah yang lebih layak.
Keputusan Anies Baswedan ini tentu saja menimbulkan reaksi dari pihak pengusaha. Beberapa pengusaha menyatakan keberatan, karena mereka merasa bahwa upah yang lebih tinggi ini akan menambah beban biaya produksi mereka dan mengurangi daya saing mereka. Namun, Anies Baswedan berargumen bahwa kebijakan UMP yang lebih tinggi ini akan meningkatkan daya beli masyarakat dan memacu pertumbuhan ekonomi, sehingga pada akhirnya juga akan menguntungkan pengusaha.
Tak hanya itu, Anies Baswedan juga melakukan terobosan dengan memotong kebijakan peraturan mengenai UMP yang ada demi kepentingan buruh. Anies Baswedan memperbolehkan para pekerja di sektor informal untuk mendapatkan UMP, meskipun sebenarnya kebijakan UMP hanya berlaku untuk pekerja di sektor formal. Dalam hal ini, Anies Baswedan berargumen bahwa sektor informal juga membutuhkan perlindungan hak-hak pekerja, karena mereka juga berkontribusi terhadap perekonomian DKI Jakarta.
Keputusan Anies Baswedan ini tentu saja menimbulkan kontroversi, karena beberapa pihak menganggap bahwa kebijakan UMP harusnya hanya berlaku untuk sektor formal. Selain itu, kebijakan ini juga berpotensi menimbulkan masalah administratif, karena sulit untuk memantau kepatuhan pengusaha terhadap kebijakan ini.
Namun, Anies Baswedan mempertahankan keputusannya dengan berargumen bahwa kebijakan UMP yang hanya berlaku untuk sektor formal dapat mengabaikan hak-hak pekerja di sektor informal yang biasanya memiliki upah yang lebih rendah dan kurang mendapatkan perlindungan. Dalam hal ini, Anies Baswedan ingin memberikan perlindungan yang sama kepada semua pekerja, termasuk mereka yang bekerja di sektor informal.
Anies Baswedan juga mengambil langkah lain dalam memperjuangkan hak buruh di DKI Jakarta. Ia memperkenalkan program Kartu Jakarta Pintar, di mana setiap pekerja di DKI Jakarta akan mendapatkan kartu yang memberikan diskon untuk berbagai kebutuhan, seperti transportasi, pendidikan, dan kesehatan. Program ini bertujuan untuk membantu pekerja menghemat pengeluaran dan meningkatkan kesejahteraan mereka.
Anies juga memperkuat peran Badan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (BPPHI) DKI Jakarta. BPPHI adalah lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara pengusaha dan pekerja. Anies Baswedan mengangkat seorang mantan buruh, Teguh Hidayat, sebagai Kepala BPPHI DKI Jakarta. Langkah ini diharapkan dapat memberikan keadilan yang lebih bagi pekerja dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.
Meskipun kebijakan Anies Baswedan dalam memperjuangkan hak buruh di DKI Jakarta telah menuai dukungan dan apresiasi dari beberapa pihak, namun masih ada kritik dan tantangan yang harus dihadapi. Beberapa kritik dilontarkan terkait kemampuan pengusaha dalam mengatasi beban biaya produksi yang semakin meningkat. Selain itu, kebijakan UMP yang diterapkan di DKI Jakarta juga dianggap belum sepenuhnya mampu menjamin keadilan bagi pekerja, terutama bagi mereka yang bekerja di sektor informal.
Dalam menghadapi kritik dan tantangan ini, Anies Baswedan mengambil langkah untuk terus berdialog dengan semua pihak terkait, termasuk pengusaha, buruh, dan akademisi. Ia ingin memastikan bahwa kebijakan yang diambil selalu mempertimbangkan kepentingan semua pihak dan berlandaskan pada data dan fakta yang akurat.
Meskipun masih banyak kritik dan tantangan yang harus dihadapi, langkah-langkah yang telah diambil oleh Anies Baswedan merupakan sebuah terobosan yang perlu dicontoh oleh pemimpin daerah lainnya dalam memperjuangkan hak buruh dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan Anies Baswedan Memperjuangkan Hak Buruh